BALI, 18 Oktober 2024 — Di tengah perkembangan teknologi dan akses informasi digital yang semakin pesat, penyebaran hoaks atau berita palsu kian mengkhawatirkan.
Hoaks tidak hanya mengancam kepercayaan publik terhadap media, tetapi juga dapat mengganggu stabilitas sosial. Media dituntut untuk mampu mengidentifikasi dan memverifikasi fakta secara tepat agar informasi yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk itu, LSPR Bali kembali mengadakan Journalism Short Course Sesi 3 dengan topik "Strategi Identifikasi Hoaks: Verifikasi Fakta di Era Informasi Digital."
Baca juga:
Menulis Kalimat Efektif
|
Acara yang digelar di kampus LSPR Bali ini menarik antusiasme dari sekitar 30 peserta, yang sebagian besar merupakan perwakilan media lokal di Bali.
Pelatihan ini berfokus pada strategi untuk mengenali dan memerangi hoaks, serta mengajarkan metode terbaru untuk menelusuri sumber informasi dan memastikan kebenarannya.
Baca juga:
Bakamla RI Resmi Tutup Pelatihan ICS
|
Tujuan akhirnya adalah memastikan bahwa berita yang disebarkan oleh media kepada masyarakat adalah informasi yang akurat, terverifikasi, dan bukan berita palsu.
Pembicara utama dalam pelatihan ini adalah Diah Desvi Arina, M.I.Kom, seorang dosen LSPR sekaligus Konsultan, Media Planner, dan mantan Miss Internet Indonesia.
Dalam pemaparannya, Diah menekankan pentingnya proses verifikasi yang ketat dalam publikasi berita. Setiap informasi harus ditelusuri dari segi sumber, konten, dan media visual yang digunakan. Di tengah derasnya arus informasi di era digital, jurnalis harus waspada agar tidak terjebak dalam narasi menyesatkan.
"Kecepatan memang menjadi faktor utama dalam penyebaran berita di era digital, tetapi tanpa ketepatan, informasi yang kita sampaikan bisa berubah menjadi misinformasi. Jurnalis modern harus mampu melakukan verifikasi dengan cepat dan akurat, tanpa mengorbankan kredibilitas. Kunci melawan hoaks adalah kolaborasi yang kuat antara media, masyarakat, dan pemerintah. Tanpa kerja sama yang baik, hoaks dapat dengan mudah merusak kepercayaan publik terhadap media lokal, " ujar Diah.
Sesi pelatihan ini juga memberikan ruang bagi para peserta untuk berbagi pengalaman dan berdiskusi tentang tantangan yang dihadapi di lapangan. Salah satu peserta, Ray dari Gatra Dewata Group, menyatakan bahwa pelatihan ini sangat relevan dengan perkembangan dunia jurnalistik saat ini, yang telah banyak berubah sejak munculnya media sosial.
"Kami sangat berterima kasih kepada LSPR atas kepeduliannya terhadap dunia jurnalistik yang terus berubah. Kami, sebagai insan pers, berharap bisa mendapatkan lebih banyak kolaborasi seperti ini di masa depan. Dengan menggabungkan pengalaman di lapangan dan analisis akademis, kami dapat meningkatkan kemampuan dalam melawan hoaks di era digital ini, " kata Richy Ardhana Yasa yang akrab dipanggil Ray ini.
Ia juga berharap LSPR terus bergerak bersama media lokal dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mencegah penyebaran hoaks serta peran etika komunikasi di dunia digital yang semakin besar.
Pelatihan ini diharapkan mampu memperkuat peran media lokal di Bali dalam menghadapi tantangan era digital. Dengan keterampilan verifikasi yang lebih baik, media Bali dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga akurasi dan integritas dalam setiap berita yang disampaikan.
LSPR Bali juga berharap pelatihan ini dapat menjadi langkah awal dari kolaborasi yang lebih erat antara lembaga pendidikan, media, dan masyarakat untuk melawan hoaks secara efektif.
Melalui Journalism Short Course ini, LSPR Bali terus berkomitmen untuk membekali para jurnalis dengan keterampilan dan pengetahuan yang relevan dalam menghadapi era informasi yang kompleks dan penuh tantangan.
Pelatihan seperti ini tidak hanya penting bagi para jurnalis, tetapi juga bagi masyarakat luas yang bergantung pada media untuk mendapatkan informasi yang kredibel.
Dengan pelatihan ini, diharapkan para jurnalis mampu menerapkan prinsip-prinsip verifikasi fakta dalam setiap langkah kerja mereka, sehingga masyarakat dapat terlindungi dari bahaya informasi palsu. Sementara itu, kolaborasi antara media, masyarakat, dan pemerintah terus diperkuat sebagai bagian dari upaya bersama dalam menghadapi penyebaran hoaks.
Sebagai penutup, acara ini menegaskan kembali pentingnya peran jurnalis sebagai penjaga kebenaran informasi. Mereka dituntut untuk tidak hanya cepat dalam menyebarkan berita, tetapi juga harus akurat dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, media di Bali diharapkan bisa menjadi contoh bagi wilayah lain dalam menjaga kredibilitas dan kepercayaan publik terhadap media. (Tim)